Kamis, 29 Oktober 2015

Tentang Kota Lawang

Kota Lawang adalah sebuah kota kecamatan kecil di dekat Malang tepatnya 19 km di sebelah utara Kota Malang, atau 71 km di sebelah selatan kota Surabaya Provinsi Jawa Timur. Kota Lawang terletak di 450meter dpl (dari permukaan air laut) dengan koordinat 7°49'48"S 112°42'0"E, atau secara geografis terletak di pegunungan dan dikelilingi Gunung Arjuna pada sebelah barat dan Gunung Semeru untuk sebelah timurnya, serta diapit oleh Kota Singosari pada sebelah selatan dan Kabupaten Pasuruan pada sebelah utara.


Kabupaten Malang merupakan wilayah yang strategis sejak pada masa pemerintahan
kerajaan-kerajaan. Hingga saat ini Kabupaten Malang merupakan wilayah yang cukup strategis, hal ini didukung dengan mudahnya akses yang menghubungkan Kabupaten Malang dengan daerah sekitar, yaitu dengan adanya jalan arteri primer yang ditunjang dengan sarana prasarana transportasi yang memadai. Lawang merupakan daerah berkembang di Kabupaten Malang, sektor industri dan perdagangan sangat diandalkan di wilayah ini. Sama halnya daerah-daerah dan kota-kota lain di Indonesia, sejarah perkembangan dari suatu wilayah bermula dari suatu daerah yang dapat dijadikan pusat perkembangan atau yang biasa disebut dengan kota lama.

Kawasan pusat Kota Lawang memiliki tingkat kegiatan yang meningkat selama beberapa tahun dan dapat dinilai intensif dan teratur. Perkembangan yang mencolok terlihat pada kawasan perdagangan, yang berada di sekitar Pasar Lawang. Selain itu juga pada kawasan jasa dan perkantoran yang beraglomerasi di sepanjang Jalan Thamrin (ruas jalan arteri primer Surabaya-Malang). Sejarah dan perkembangan Lawang tentunya saling berkaitan dengan wilayah sekitarnya, seperti Singosari,
Purwosari dan Kota Malang. Semula Lawang merupakan kota kecil yang diperuntukkan sebagai daerah peristirahatan dan perkebunan yang kaya di Lereng Gunung Arjuno.

Kota Lawang dikenal sebagai kota peristirahatan sejak zaman penjajahan Belanda. Karena itu tidak
mengherankan bila sampai saat ini masih banyak ditemui bangunan kuno dengan konstruksi khas arsitektur Belanda. Berdinding tebal, beratap tinggi dengan pintu dan jendelanya yang super lebar dan tinggi. Kurang lebih terdapat 80 bangunan yang letaknya menyebar dari pusat Kota Lawang. Termasuk stasiun kereta api yang merupakan salah satu persinggahan kereta api jalur Selatan dari Surabaya ke Malang dengan umur banguan 123 tahun..

Dari arah Utara:
1. Daerah Tawang sari, banyak bagunan kuno yg masih di pertahankan oleh penduduk sekitar.
Kurang lebih 10 bangunan termasuk juga bangunan kuno yang terdapat di dalam asrama Polisi Militer AD Tawangsari(sebelah kiri jalan arah dari Surabaya-Malang).
2. Di Jalan Dr. Soetomo, di jalan ini terdapat bangunan kuno yang menjadi icon dari kota Lawang sejak penjajahan Belanda. HOTEL NIAGARA. (pembahasan bangunan ini akan saya jelaskan setelah ini)
3. Sebelah utara Pasar Lawang. Sayangnya di sini banyak bangunan kuno yang sudah dirobohkan karena tidak terawat. Untuk di sebelah timur Pasar Lawang terdapat kurang lebih 5 bangunan yang masih di pertahankan.

Terdapat 2 bangunan kuno yang tidak mengalami perubahan fisik di Jalan Thamrin (selatan dari Pasar Lawang)

4. Di dalam pusat kota, seperti di Kelurahan Kauman. Beberapa bangunan kuno yang sejak bangunan didirikan tidak mengalami perubahan fungsi. Bangunan-bangunan kuno yang dipergunakan untuk sarana umum dan beberapa rumah tinggal Kondisi kawasan yang semakin berkembang dengan pesat, maka berdampak pada bangunan-bangunan kuno, yaitu beberapa bangunan yang mengalami perubahan fungsi. Namun, adanya perubahan fungsi bangunan di kawasan pusat Kota Lawang, tidak menyebabkan perubahan fisik bangunan secara total. Di antaranya Gereja Advent, dahulu merupakan rumah tinggal.

5. Di Jalan Argo Tunggal, di daerah ini terdapat Sekolah Dasar Khatolik St. Fransiskus yang sudah bediri sejak penjajahan Belanda. Sekolah ini dulunya khusus untuk anak-anak kolonial Belanda dan anak-anak para Pejabat Pemerintah setempat.

Bangunan sekolah ini tetap dipertahankan sejak didirikan (saya bisa menulis seperti ini karena saya sendiri adalah alumnus dari sekolah tersebut). Untuk di sekitar sekolahan tersebut, cukup banyak bangunan kuno yang masih terawat.

6. Di kawasan permukiman yang terletak di pusat Kota Lawang, tepatnya di belakang Stasiun Kereta Api Lawang, yaitu Kawasan Permukiman Ngamarto. Perkembangan Kawasan Ngamarto tidak
lepas dari pengaruh berdirinya Stasiun Kereta Api. Kondisi beberapa bangunan rumah tinggal Ngamarto kurang terawat dan terpelihara dengan baik.

7. Di Kelurahan Sumber Waras dan Sumber Wuni, masih terlihat 7-10 bangunan. Untuk Kelurahan Sumber Wuni Utara terdapat sederet bangunan kuno pada sisi jalan, sayangnya bangunan ini tidak terawat dengan baik.

Masa Kerajaan Singhasari (….-1767)
Pada masa Kerajaan Singhasari, Kota Lawang masih berupa ruang terbuka hijau, dan belum ditemukan adanya peradaban manusia, sehingga masih belum ditemukan adanya penanda kawasan/landmark. Masa Penjajahan Belanda (1767-1942)
Kedatangan Belanda membawa dampak positif terhadap perkembangan bangunan. Belanda
menetapkan Lawang sebagai kawasan peristirahatan, sejak itulah banyak bermunculan bangunan kolonial yang berfungsi sebagai villa. Pada saat itu di Lawang terdapat 3 buah bangunan yang dapat dijadikan tengeran (landmark), yaitu Hotel Niagara, sebuah bank swasta dan kantor BAPPERKI milik Cina.

Pada masa penjajahan Belanda terdapat dua pusat kegiatan, yaitu pasar (Pasar Besar Lawang), dahulu hanya berupa pasar tradisional, dan Stasiun Lawang. Pasar tersebut terletak di jalan utama, sehingga mudah untuk dijangkau oleh masyarakat sekitarnya.

Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)
Pada masa penjajahan Jepang tidak membawa perubahan pada keberadaan 3 buah (Hotel Niagara, sebuah bank swasta dan Kantor BAPPERKI) landmark pada saat itu. Pada saat Jepang berkuasa di Lawang pada tahun 1942-1945, tidak terjadi perubahan dengan masa sebelumnya. Hanya saja pada masa penjajahan Jepang, kondisi perekonomian kawasan studi tidak stabil, sehingga berdampak pada pasar tradisonal yang dahulunya selalu menjadi pusat kegiatan masyarakat. Pasar yang dahulunya ramai dikunjungi, pada masa itu menjadi sepi, yang diakibatkan kekuasaan Jepang yang semena-mena. Keberadaan Stasiun Kereta Api sebagai node kedua pada kawasan tetap berfungsi dan tidak mengalami permasalahan. 

Masa Pasca Kemerdekaan (1945-2010)
Setelah masa kemerdekaan, kawasan mulai berkembang pesat, yaitu sejak tahun 1980-an. Sejak itulah terjadi pembangunan besar-besaran pada kawasan studi, yang berdampak pada pemugaran bangunan kuno. Hal ini berdampak pada pengurangan jumlah landmark, yang semula terdapat 3 buah (Hotel Niagara, sebuah bank swasta dan Kantor BAPPERKI), namun saat ini hanya terdapat sebuah landmark (Hotel Niagara). Hotel Niagara merupakan bangunan tertinggi di kawasan kota ini, dan memiliki corak bangunan yang unik dan fenomenal, Hotel Niagara dapat juga disebut sebagai icon dari
Lawang.... Setelah Indonesia merdeka, Indonesia mulai banglit dari keterpurukan, semua daerah berlomba-lomba membangun daerahnya kembali. Sama halnya dengan kawasan Lawang, seiring dengan pesatnya perkembangan, letak kawasan yang strategis dan mudahnya penjangkauan, sehingga kawasan menjadi pusat kegiatan, pusat pemerintahan, dan pusat perdagangan. Dengan kawasan yang semakin berkembang pesat, memicu adanya node baru, yaitu Stadion Lawang. Semula Stadion Lawang hanya berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, namun saat ini tidak hanya berfungsi
sebagai ruang terbuka hijau saja, melainkan sebagai sarana olah raga.

Saat ini terdapat 3 (tiga) buah node, yaitu Pasar Besar Lawang, Stasiun Lawang dan Stadion Lawang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar